Selasa, 03 Januari 2012

Akibat Pemanasan Global

Sejak kira-kira tigapuluh tahun yang lalu, para ilmuwan sudah memberi peringatan pada dunia berkenaan dengan akibat buruk yang ditimbulkan oleh Global Warming atau Pemanasan Global, yang merupakan ancaman paling serius bagi umat manusia setelah perang dingin.
  • Akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh Pemanasan Global, glacier di enam benua mulai mencair, lautan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan, demikian juga lapisan es di Greenland, juga gletser di puncak-puncak gunung mulai mencair, ini mengakibatkan naiknya permukaan laut, badai yang menghancurkan muncul silih berganti, banjir dan longsor semakin sering terjadi, kekeringan yang melanda pertanian bermunculan di mana-mana, menyebabkan persediaan makanan dan air minum di dunia semakin menipis.
  • Penyakit tropis menyebar, malaria, demam dengue, demam kuning menyebar ke daerah yang sebelumnya tidak pernah dijangkiti, dan bukan hanya itu, penyakit ini diketahui menjadi semakin ganas. Belum lagi meningkatnya jumlah manusia yang terserang penyakit seperti kanker kulit, kolera dan sebagainya yang belakangan ini semakin mewabah, dan mencakup daerah yang semakin luas.
  • Pemanasan laut menyebabkan rusaknya karang dan matinya kehidupan di situ. Diperkirakan dalam waktu 50 tahun ke depan, seluruh karang laut di dunia ini akan musnah akibat pemanasan laut dan polusi akibat kegiatan manusia.
  • Kerugian lain yang segera akan terjadi adalah semakin berkurangnya keaneka-ragaman hayati dan punahnya beberapa spesies satwa karena perubahan musim, siklus kehidupan, waktu migrasi, berkurangnya daerah jelajah serta berkurangnya persediaan makanan mereka.
Sampai tahun 1950, gletser di sebuah daerah di Alaska masih nampak utuh, belum terpengaruh oleh Pemanasan Global (gambar kiri), namun pada tahun 2002 gletser sudah hampir hilang dari kawasan itu. Dalam gambar ini terlihat salju yang dulunya menyelimuti gunung juga sudah menipis (gambar kanan).
Harus segera dicari jalan untuk mengatasinya
Hal di atas adalah sedikit dari akibat buruk yang disodorkan ke hadapan kita, dan yang harus segera dicarikan jalan keluar guna mengatasinya. Sudahkah kita melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah besar ini? Apakah kita hanya berpangku tangan tanpa upaya apapun untuk menanggulanginya?
Saat ini Pemanasan Global sudah dianggap sebagai bahaya maha besar yang harus segera diatasi secara kolektif, di mana setiap negara dan setiap pemerintah harus bekerja sama dan segera mempromosikan kesadaran lingkungan kepada warga-negara mereka, bagaimana mereka memberikan kontribusi dalam upaya mengatasi situasi yang amat serius ini tanpa mementingkan diri sendiri.
Kerjasama itu lebih dimaksudkan untuk melakukan riset dan eksperimen atas pengaruh jangka panjang perubahan iklim. Bagaimana itu mempengaruhi hutan belantara kita maupun penampung air seperti danau, sungai, laut serta kehidupan masyarakat, satwa dan tumbuhan yang tergantung padanya.
Perlu dipropagandakan cara-cara mengatasinya
Menjelaskan masalah lingkungan seperti ini sangat penting dalam upaya menghambat pengaruh dan peningkatan Pemanasan Global. Kita perlu mempelopori pengurangan emisi karbon serta gas yang mengakibatkan efek rumah kaca, memberikan pendidikan pada masyarakat luas tentang masalah perubahan iklim serta cara praktis apa yang dapat dilakukan untuk segera mengatasinya.
Seharusnya setiap negara memetakan berapa banyak karbon dioksida (CO2) dan efek rumah kaca yang mereka timbulkan dan mereka tebarkan ke atmosfir dan dengan cara yang sama menentukan berapa besar mereka harus menghijaukan lingkungan melalui penghutanan kembali hutan yang gundul, pedesaan dan pedalaman dengan menanam pepohonan di daerah itu, menghentikan penggundulan hutan serta penebangan liar, guna menetralkan gas-gas berbahaya yang ditebarkan ke udara. Sekali gas ini berada di atmosfir, dia akan tetap di sana dalam jangka waktu yang sangat lama sehingga akan menahan panas atmosfir bagian bawah dan memancarkan sebagian daripadanya kembali ke bumi, sehingga bumi menjadi semakin panas.
Karbon dioksida dan gas rumah kaca lain yang demikian besar jumlahnya di atmosfir akan mengakibatkan naiknya suhu permukaan bumi, sehingga menyebabkan kekeringan, perubahan iklim, mencairnya glasier di Kutub Utara, juga gletser di puncak-puncak gunung, naiknya permukaan laut, banjir, badai, gelombang laut yang sangat tinggi, dan itu tidak saja akan mengacaukan keseimbangan alami iklim di bumi, tetapi juga keseimbangan ekologi lingkungan, menyebabkan longsor, gempa, meletusnya gunung berapi, naiknya suhu air laut yang pada gilirannya akan mengurangi populasi satwa, tumbuh-tumbah dan sebagainya, bahkan beberapa di antaranya akan punah.
Apa yang dapat kita lakukan?
Lewat kesadaran lingkungan, setiap orang dapat memberikan kontribusi dengan cara sederhana mereka masing-masing dalam menanggulangi perubahan iklim. Kita harus mulainya dari diri kita sendiri, lingkungan kecil kita sendiri. Setiap hal kecil yang dapat kita lakukan di rumah, segera kita lakukan, seperti misalnya meminimalkan penggunaan peralatan atau mesin yang menghasilkan gas sebelum kita bisa benar-benar menyingkirkannya.
Untuk memaksa pemerintahnya agar lebih serius menangani Pemanasan Global ini, banyak orang di Amerika berkampanye agar orang memilih Presiden dan anggota DPR yang punya kepedulian terhadap penanggulangan Pemanasan Global, yang tidak peduli tidak perlu dipilih, sehingga masalah serius yang mempengaruhi keselamatan umat manusia dan masa depan dunia ini lebih diperhatikan secara serius.
Salah satu tanggung jawab vital mereka yang mewakili publik adalah melindungi anak-cucu kita serta generasi mendatang dari kerusakan lingkungan yang akibatnya nanti harus mereka tanggung.
Kalau saja kita bisa mendengar suara generasi mendatang, kita akan mendengar seruan mereka agar kita segera bertindak menanggulangi Pemanasan Global. Anak-cucu yang sekarang belum lahir itu akan menanggung beban berat akibat kelalaian kita.

Mengukur Berat Dan Loading Blog

Mengukur Berat Dan Loading Blog

Mempercantik tampilan blog  dengan memasang segala pernak pernik accessories  seperti widget , banner dsb, hingga membuat penampilan blog kita semakin cantik dan elegan, tapi itu harus dibayar mahal dengan loading  yang lama karena blog kita menjadi berat alias gendut bin gembrot, apalagi kalau koneksi internetnya lambat..
Ada beberapa tools online service yang menyediakan jasa untuk test kecepatan atau Mengukur Berat Dan Loading Blog atau website,  namun ingat hal  ini tidak termasuk : koneksi internet yang memang lambat , komputer kita yang memang lemot  n jadul  dan kesalahan alam lainnya , tool tersebut diantaranya :
  1. Pakai  iwebtool speed test : Tinggal masukan URL Blog , klik Submit nanti akan tahu seberapa berat Sizze nya (KB) dan berapa lama loadingnya (seconds).
  2. Tool Pingdom  : Yang ini hasilnya agak komplit dan rinci sebab menampilkan grafik tentang lamanya loading dari semua objek  link yang ada dalam blog kita,
  3. Tool Stopwatch  : Namanya juga stopwatch jadi kita akan tahu berapa detik loading blog kita
  4. Pakai WebSiteOptimization.com.  Yang ini hasilnya akan lebih komplit lagi, kita dapat mengetahui seberapa cepat waktu loading sebuah website apabila diakses menggunakan 6 kecepatan koneksi internet. Hasil tes juga disertai dengan analisis website yang dapat dipakai sebagai acuan untuk optimasi website lebih lanjut.
Dari tools diatas , disini saya hanya akan pasang yang no. 1 saja, sedangkan untuk yg lainnya akan saya posting kemudian ( jika sempat). Namun agar  blog/website  kita tidak berat dan loadnya cepat ada beberapa tips yg mesti diperhatikan diantaranya :
  1. Hapus Widgert/ script yang tidak penting2 amat , hal ini berdasarkan kepada :
    • Apakah widget ini sangat anda butuhkan ?
    • Apakah widget ini mempunyai nilai / kegunaan bagi pembaca (jika widget ini tidak ada apakah pembaca akan kesulitan mencari sebuah artikel)?
    • Apakah pembaca anda akan mengeluh jika anda menghapus widget dari tampilan blog anda? 
  2. Kurangi jumlah atau perkecil gambar yang anda gunakan .

Selasa, 27 Desember 2011

17 Desember 2011

Hutan Wehea Terancam

Hutan Wehea seluas 38.000 hektar di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang menjadi habitat bagi orangutan dan menyimpan kekayaan flora fauna terancam keselamatannya. Alasannya, kawasan itu masih berstatus hutan produksi sehingga berpotensi dirambah.

"Jika statusnya belum juga diubah menjadi hutan lindung makan terbuka kemungkinan terbitnya izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHK) di kawasan tersebut", kata Kepala Dinas Kehutanan Kutai Timur Ordiansyah di Sangatta. Usulan perubahan status hutan disampaikan kepada Kementrian Kehutanan sejak 2007, tetapi belum terwujud.

Hutan Wehea memiliki peran penting. Selain menjadi habitat orangutan, juga berisi ratusan flora dan fauna didalamnya, serta berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi Sungai Wahau.

Saat menyusuri hutan Wehea, hutan masih asri dan terhampar hijau. Sarang orangutan dan jejak macan dahan pun dengan mudah ditemui di dalam hutan. Untuk itu, menurut Ordiansyah sudah selayaknya hutan ini dijadikan hutan lindung sehingga keberadaannya tidak terganggu. Selain dari Pemkab Kutai Timur, desakan penetapan Wehea sebagai hutan lindung juga mucul dari masyarakat adat Wehea dan pihak Universitas Mulawarman.

Bupati Kutai Timur (saat itu Awang Faroek Ishak) telah mengirimkan surat ke Kementrian Kehutanan pada 5 Juli 2007, yang berisi usulan penetapan Wehea sebagai hutan lindung. Usulan itu tidak juga direspon sehingga Bupati Isran Noor yang menjabat saat ini mengusulkan kembali perubahan status. "Kita belum pernah mendapat jawaban apakah usulan itu disetujui atau sebagian saja yang disetujui. Kita belum tahu", kata Ordiansyah.

Selama ini, Wehea dikelola masyarakat adat Dayak Wehea di Desa Nehas Liah Bing. Sejak 2004, mereka menetapkan hukum adat untuk melindungi hutan itu dari ancaman perambahan dan perburuan satwa. "Hutan ini jadi lumbung kehidupan bagi kami. Jika hutan habis maka desa ini terancam", kata Kepala Adat Nehas Liah Bing, Ledjie Taq. Setelah hukum adat, dibentuk badan pengelola hutan Wehea dan penjaga hutan.

03 Desember 2011

Hapsoro, Guru "Pemulung" dari Sungai Ciliwung

Hapsoro, gambar diambil dari sini

Sebagai aktivis lingkungan, Hapsoro banyak mengadvokasi persoalan pembalakan liar di Pulau Kalimantan. Ia masuk-keluar hutan dan berkampanye demi penyelamatan hutan. Namun, ketika melepas semua itu dan hanya memaknai diri sebagai orang Bogor, Hapsoro memilih menjadi "pemulung" di Sungai Ciliwung.

Bukan sembarang "pemulung", sejak 2009 Hapsoro bersama rekan-rekannya menggulirkan Komunitas Peduli Ciliwung Bogor. Rutin sekali dalam sepekan mereka memulung sampah di tepian Sungai Ciliwung. Mereka punya 11 titik favorit yang terbanyak sampahnya di sepenggal Sungai Ciliwung di Kota Bogor, mulai Katulampa hingga Cilebut.

Pesertanya masyarakat awam, dari karyawan kantor, guru, hingga pelajar. Mereka menyebarkan informasi titik memulung melalui pesan singkat berantai yang dimulai oleh Hapsoro. Maklum komunitas ini tida mengikat keanggotaan, siapa saja boleh datang dan pergi. 

Kegiatan itu murni swadaya Hapsoro dan rekan-rekan tanpa dukungan lembaga tertentu. Hapsoro yang kerap "berjuang" untuk pelestarian lingkungan di luar Bogor merasa perlu berbuat sesuatu bagi Bogor, tempat tinggalnya. Persoalan lingkungan yang menonjol di Bogor adalah Sungai Ciliwung yang kerap dijadikan "tempat sampah". "Sekali memulung, sampah yang terkumpul bisa sampai satu mobil bak terbuka. Awalnya kami urunan menyewa mobil Rp100.000, tetapi belakangan Pemerintah Kota Bogor membantu menyediakan mobil sampah. Mungkin mereka malu", tuturnya.

Setiap Sabtu
Acara memulung bersama itu dilaksanakan setiap Sabtu. Bergantian dengan dua kegiatan lain, yakni menyusuri tepi Ciliwung dan memulung benih pohon beringin serta pekan berikutnya menanam benih yang dikumpulkan dari hutan sekitar Kecamatan Dramaga di tepian Sungai Ciliwung.

Harapannya, pohon beringin yang berakar kuat itu bisa membantu menyerap air hujan agar tidak erosi, sekaligus memperkuat daerah sempadan sungai agar tak mudah longsor. Selama dua tahun terakhir sudah ratusan pohon mereka tanam di bantaran Ciliwung.

Sekali dalam setahun mereka menggelar lomba memulung per kelurahan di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung dan tahun ini akan menginjak tahun ketiga. Masyarakat berlomba berupaya menjadi yang terbanyak mengumpulkan sampah rumah tangga di Sungai Ciliwung. Juara pertama loba mendapat hadiah Rp5 juta. Uang "pembinaan" bagi pemenang merupakan sisa hasil penjualan sampah plastik dari kegiatan memulung rutin setiap pekan dan donasi perorangan.

Hampir tiga tahun memulung, tentu ada suka dan duka yang dirasakan Hapsoro dan teman-teman. Hal tersering yang mereka alami adalah kaki luka kena pecahan kaca atau paku saat memburu sampah di Ciliwung. Yang membuat mereka sampai mengelus dada, ketika sedang memungut sampah, tiba-tiba orang yang tinggal di bantaran sungai tanpa melihat kegiatan itu dengan entengnya membuang sampah ke sungai. Tak jarang sampah tersebut bahkan mengenai kepala mereka. Duh...

Minus kepedulian
Jumlah peserta atau sukarelawan yang terlibat dalam kegiatan memulung itu tak tentu. Pernah hanya bisa dihitung dengan jari, kadang  belasan, pernah pula sampai 80 orang. Dia mengaku sengaja mengajak mereka memulung sampah agar menjadi lebih peduli terhadap Ciliwung. 

Ciliwung kerap menjadi persoalan saat banjir melanda Jakarta. Daerah hulu Bogor akan dipersalahkan oleh orang-orang di hilir, seperti Jakarta. Kerusakan Ciliwung sudah terbilang parah, dengan sampah di mana-mana, airnya keruh,, terutama di daerah tengah dan hilir sungai.

Masyarakat membuang sampah karena masih merasa Ciliwung sebagai tempat sampah yang efisien. Orang tinggal melemparnya, lalu sampah hanyut, untuk kemudian menumpuk atau tersangkut di daerah lain. Padahal masyarakat juga memerlukan Ciliwung. Mereka memanfaatkan air dari Sungai Ciliwung untuk kebutuhan sehari-hari. Pada masa lalu, Ciliwung dekat dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Leonard Blussem sejarahwan Belanda, dalam buku Persekutuan Aneh mencatat, Batavia (Jakarta) pernah dikenal sebagai kota yang indah dan bersih pada 100 tahun pertama usianya. Namun sejarahwan mencatat pula, akibat erupsi Gunung Salak, sanitasi kota sama sekali tidak baik karena aliran Sungai Ciliwung tersumbat dan air tercemar. Kini, bukan erupsi Gunung Salak yang menyumbat dan mengotori Sungai Ciliwung, melainkan orang-orang yang tinggal di sekitar sungai itu.

"Kegiatan memulung ini juga untuk kembali mengingatkan mereka agar peduli terhadap Ciliwung,. Kami sebetulnya lebih berharap muncul kesadaran masyarakat", katanya. Adakah hasilnya? Bagi Hapsoro, apa yang dia dan rekan-rekannya lakukan hanya setitik upaya untuk menjaga Ciliwung. Dimulai dari membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap Ciliwung.

Setidaknya, menurut Hapsoro, kini orang-orang mulai memiliki rasa malu untuk membuang sampah sembarangan di sungai ketika mereka "bekerja" mengurangi sampah. Untuk mendorong agar kegiatan ini menjadi gerakan moral warga, seperti harapan Hapsoro, masih jauh dari kenyataan. Namun, bukankah untuk memulai sebuah perjalanan perlu satu langkah kecil? Bagi Hapsoro dan teman-teman, langah kecil itu dimaknai dengan memulung sampah di Sungai Cilwung...


oleh: FX PUNIMAN. Wartawam, tinggal di Bogor.
Artikel diambil dari: KOMPAS.

02 Juli 2011

Penggundulan tak Terkendali, Habitat Rangkok Terancam Punah


REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR
Habitat Rangkong Indonesia terancam hilang akibat eksploitasi hutan yang membuat sumber pakannya menjadi berkurang.
"Kegiatan penggundulan hutan tanpa tebang pilih membuat sumber pakan Rangkong banyak yang rusak. Kondisi ini membuat rangkong semakin terjepit dan mulai kehilangan habitatnya," kata Dwi Mulyawati Bird Conservation Officer Burung Indonesia dalam siaran pers yang dikirim melalui pesan elektroniknya, Sabtu.
Dwi mengatakan, Rangkong merupakan hidupan liar yang sangat berjasa pada regenerasi hutan. Tanpa Rangkong, diperkirakan hutan akan segera hancur dan potensi yang terkandung didalamnya ikut tergusur.
Banyak jenis pohon yang kelanjutan hidupnya bergantung pada hewan pemakan buah dalam penyebaran bijinya. "Menurut para peneliti Rangkong dijuluki sebagai petani hutan karena kehebatannya menebar biji," kata Dwi.
Lebih lanjut, Dwi menjelaskan seekor Rangkong dapat terbang dalam radius 100 km persegi. Artinya, burung yang termasuk dalam keluarga Bucerotidae ini dapat menebar biji hingga 100 km jauhnya.
Penelitian yang dilakukan di kawasan hutan produksi menunjukkan, sumber pakan Rangkong menyusut hingga 56 persen karena berkuranganya pohon pakan sebanyak 76 persen.
Berdasarkan data International Union for Conservation of Nature (IUCN), dari 13 jenis Rangkong yang ada di Indonesia, Julang Sumba (Aceros everetti) merupakan jenis terancam punah yang masuk pada kategori rentan (Vulnerable/VU).
Di Indonesia, Rangkong disebut juga dengan Julang, Enggang, atau Kangkareng "Jenis yang hanya dijumpa di Pulau Sumba ini diperkirakan hanya tersisa kurang dari 4.000 ekor dengan kepadatan rata-rata enam ekor per km persegi," ujar Dwi.
Dwi menambahkan, Rangkong merupakan jenis burung yang melakukan kegiatan tersebutt. Tanpa peran Rangkong, bisa dipastikan jenis pohon tertentu akan lenyap karena induk pohon yang menua akan mati tanpa pengganti.
Buah Ara merupakan salah satu pakan favorit Rangkong yang tersedia hampir sepanjang tahun.
Diperkirakan, ada 200 jenis pohon Ara yang menjadi pakan utama Rangkong. Dan bila dibanding burung lainnya, Rangkong dianggap paling mampu dalam menebarkan biji ara, karena daya jelajahnya yang tinggi.
"Menurut Margaret F. Kinnaird dan Timothy G. O`Brien, peneliti Rangkong dan hutan tropis, terdapat korelasi erat antara Rangkong dengan hutan yang sehat," kata Dwi.
Burung Rangkong termasuk dalam Famili Bucerotidae, kelompok burung berukuran besar yang mudah dikenali, terutama dari cula (casque) pada pangkal paruhnya. Di seluruh dunia terdapat 55 jenis yang tersebar di kawasan tropis Asia dan Afrika.
Tercatat ada 13 jenis Rangkong yang ada di Indonesia. Sembilan jenis di Sumatera: Enggang Llihingan, Enggang Jambul, Julang Jambul-Hitam, Julang Emas, Kangkareng hitam, Kangkareng Perut-Putih, Rangkong Badak, Rangkong Gading, dan Rangkong Papan. Empat jenis lagi berada di Sumba (Julang Sumba), Sulawesi (Julang dan Kangkareng Sulawesi), serta Papua (Julang Papua). Kalimantan memiliki jenis Rangkong yang sama seperti Sumatera, kecuali Rangkong Papan.
Burung Indonesia adalah organisasi nirlaba dengan nama lengkap Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Birdlife Indonesia Association) yang menjalin kemitraan dengan BirdLife International, yang berkedudukan di Inggris.
-

20 Maret 2011

EARTH HOUR 2011


Trees For Earth Bersama STIKOM LSPR 13 Maret 2011

Minggu, 13 Maret 2011 lalu kami mengikuti program Tress For Earth & Kampanye Earth Hour 2011 yang diselenggarakan oleh STIKOM LSPR (LSPR Climate Change). Acara ini dimulai dari pukul 08.00 wib sampai dengan selesai.
 
Tujuan acara ini adalah membagikan 1000 pohon Lidah Mertua gratis ke masyarakat yang pada saat itu juga sedang berlangsungnya Car Free Day di Bunderan HI.

go green

17 Desember 2011

Hutan Wehea Terancam

Hutan Wehea seluas 38.000 hektar di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang menjadi habitat bagi orangutan dan menyimpan kekayaan flora fauna terancam keselamatannya. Alasannya, kawasan itu masih berstatus hutan produksi sehingga berpotensi dirambah.

"Jika statusnya belum juga diubah menjadi hutan lindung makan terbuka kemungkinan terbitnya izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHK) di kawasan tersebut", kata Kepala Dinas Kehutanan Kutai Timur Ordiansyah di Sangatta. Usulan perubahan status hutan disampaikan kepada Kementrian Kehutanan sejak 2007, tetapi belum terwujud.

Hutan Wehea memiliki peran penting. Selain menjadi habitat orangutan, juga berisi ratusan flora dan fauna didalamnya, serta berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi Sungai Wahau.

Saat menyusuri hutan Wehea, hutan masih asri dan terhampar hijau. Sarang orangutan dan jejak macan dahan pun dengan mudah ditemui di dalam hutan. Untuk itu, menurut Ordiansyah sudah selayaknya hutan ini dijadikan hutan lindung sehingga keberadaannya tidak terganggu. Selain dari Pemkab Kutai Timur, desakan penetapan Wehea sebagai hutan lindung juga mucul dari masyarakat adat Wehea dan pihak Universitas Mulawarman.

Bupati Kutai Timur (saat itu Awang Faroek Ishak) telah mengirimkan surat ke Kementrian Kehutanan pada 5 Juli 2007, yang berisi usulan penetapan Wehea sebagai hutan lindung. Usulan itu tidak juga direspon sehingga Bupati Isran Noor yang menjabat saat ini mengusulkan kembali perubahan status. "Kita belum pernah mendapat jawaban apakah usulan itu disetujui atau sebagian saja yang disetujui. Kita belum tahu", kata Ordiansyah.

Selama ini, Wehea dikelola masyarakat adat Dayak Wehea di Desa Nehas Liah Bing. Sejak 2004, mereka menetapkan hukum adat untuk melindungi hutan itu dari ancaman perambahan dan perburuan satwa. "Hutan ini jadi lumbung kehidupan bagi kami. Jika hutan habis maka desa ini terancam", kata Kepala Adat Nehas Liah Bing, Ledjie Taq. Setelah hukum adat, dibentuk badan pengelola hutan Wehea dan penjaga hutan.

03 Desember 2011

Hapsoro, Guru "Pemulung" dari Sungai Ciliwung

Hapsoro, gambar diambil dari sini

Sebagai aktivis lingkungan, Hapsoro banyak mengadvokasi persoalan pembalakan liar di Pulau Kalimantan. Ia masuk-keluar hutan dan berkampanye demi penyelamatan hutan. Namun, ketika melepas semua itu dan hanya memaknai diri sebagai orang Bogor, Hapsoro memilih menjadi "pemulung" di Sungai Ciliwung.

Bukan sembarang "pemulung", sejak 2009 Hapsoro bersama rekan-rekannya menggulirkan Komunitas Peduli Ciliwung Bogor. Rutin sekali dalam sepekan mereka memulung sampah di tepian Sungai Ciliwung. Mereka punya 11 titik favorit yang terbanyak sampahnya di sepenggal Sungai Ciliwung di Kota Bogor, mulai Katulampa hingga Cilebut.

Pesertanya masyarakat awam, dari karyawan kantor, guru, hingga pelajar. Mereka menyebarkan informasi titik memulung melalui pesan singkat berantai yang dimulai oleh Hapsoro. Maklum komunitas ini tida mengikat keanggotaan, siapa saja boleh datang dan pergi. 

Kegiatan itu murni swadaya Hapsoro dan rekan-rekan tanpa dukungan lembaga tertentu. Hapsoro yang kerap "berjuang" untuk pelestarian lingkungan di luar Bogor merasa perlu berbuat sesuatu bagi Bogor, tempat tinggalnya. Persoalan lingkungan yang menonjol di Bogor adalah Sungai Ciliwung yang kerap dijadikan "tempat sampah". "Sekali memulung, sampah yang terkumpul bisa sampai satu mobil bak terbuka. Awalnya kami urunan menyewa mobil Rp100.000, tetapi belakangan Pemerintah Kota Bogor membantu menyediakan mobil sampah. Mungkin mereka malu", tuturnya.

Setiap Sabtu
Acara memulung bersama itu dilaksanakan setiap Sabtu. Bergantian dengan dua kegiatan lain, yakni menyusuri tepi Ciliwung dan memulung benih pohon beringin serta pekan berikutnya menanam benih yang dikumpulkan dari hutan sekitar Kecamatan Dramaga di tepian Sungai Ciliwung.

Harapannya, pohon beringin yang berakar kuat itu bisa membantu menyerap air hujan agar tidak erosi, sekaligus memperkuat daerah sempadan sungai agar tak mudah longsor. Selama dua tahun terakhir sudah ratusan pohon mereka tanam di bantaran Ciliwung.

Sekali dalam setahun mereka menggelar lomba memulung per kelurahan di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung dan tahun ini akan menginjak tahun ketiga. Masyarakat berlomba berupaya menjadi yang terbanyak mengumpulkan sampah rumah tangga di Sungai Ciliwung. Juara pertama loba mendapat hadiah Rp5 juta. Uang "pembinaan" bagi pemenang merupakan sisa hasil penjualan sampah plastik dari kegiatan memulung rutin setiap pekan dan donasi perorangan.

Hampir tiga tahun memulung, tentu ada suka dan duka yang dirasakan Hapsoro dan teman-teman. Hal tersering yang mereka alami adalah kaki luka kena pecahan kaca atau paku saat memburu sampah di Ciliwung. Yang membuat mereka sampai mengelus dada, ketika sedang memungut sampah, tiba-tiba orang yang tinggal di bantaran sungai tanpa melihat kegiatan itu dengan entengnya membuang sampah ke sungai. Tak jarang sampah tersebut bahkan mengenai kepala mereka. Duh...

Minus kepedulian
Jumlah peserta atau sukarelawan yang terlibat dalam kegiatan memulung itu tak tentu. Pernah hanya bisa dihitung dengan jari, kadang  belasan, pernah pula sampai 80 orang. Dia mengaku sengaja mengajak mereka memulung sampah agar menjadi lebih peduli terhadap Ciliwung. 

Ciliwung kerap menjadi persoalan saat banjir melanda Jakarta. Daerah hulu Bogor akan dipersalahkan oleh orang-orang di hilir, seperti Jakarta. Kerusakan Ciliwung sudah terbilang parah, dengan sampah di mana-mana, airnya keruh,, terutama di daerah tengah dan hilir sungai.

Masyarakat membuang sampah karena masih merasa Ciliwung sebagai tempat sampah yang efisien. Orang tinggal melemparnya, lalu sampah hanyut, untuk kemudian menumpuk atau tersangkut di daerah lain. Padahal masyarakat juga memerlukan Ciliwung. Mereka memanfaatkan air dari Sungai Ciliwung untuk kebutuhan sehari-hari. Pada masa lalu, Ciliwung dekat dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Leonard Blussem sejarahwan Belanda, dalam buku Persekutuan Aneh mencatat, Batavia (Jakarta) pernah dikenal sebagai kota yang indah dan bersih pada 100 tahun pertama usianya. Namun sejarahwan mencatat pula, akibat erupsi Gunung Salak, sanitasi kota sama sekali tidak baik karena aliran Sungai Ciliwung tersumbat dan air tercemar. Kini, bukan erupsi Gunung Salak yang menyumbat dan mengotori Sungai Ciliwung, melainkan orang-orang yang tinggal di sekitar sungai itu.

"Kegiatan memulung ini juga untuk kembali mengingatkan mereka agar peduli terhadap Ciliwung,. Kami sebetulnya lebih berharap muncul kesadaran masyarakat", katanya. Adakah hasilnya? Bagi Hapsoro, apa yang dia dan rekan-rekannya lakukan hanya setitik upaya untuk menjaga Ciliwung. Dimulai dari membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap Ciliwung.

Setidaknya, menurut Hapsoro, kini orang-orang mulai memiliki rasa malu untuk membuang sampah sembarangan di sungai ketika mereka "bekerja" mengurangi sampah. Untuk mendorong agar kegiatan ini menjadi gerakan moral warga, seperti harapan Hapsoro, masih jauh dari kenyataan. Namun, bukankah untuk memulai sebuah perjalanan perlu satu langkah kecil? Bagi Hapsoro dan teman-teman, langah kecil itu dimaknai dengan memulung sampah di Sungai Cilwung...


oleh: FX PUNIMAN. Wartawam, tinggal di Bogor.
Artikel diambil dari: KOMPAS.

02 Juli 2011

Penggundulan tak Terkendali, Habitat Rangkok Terancam Punah


REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR
Habitat Rangkong Indonesia terancam hilang akibat eksploitasi hutan yang membuat sumber pakannya menjadi berkurang.
"Kegiatan penggundulan hutan tanpa tebang pilih membuat sumber pakan Rangkong banyak yang rusak. Kondisi ini membuat rangkong semakin terjepit dan mulai kehilangan habitatnya," kata Dwi Mulyawati Bird Conservation Officer Burung Indonesia dalam siaran pers yang dikirim melalui pesan elektroniknya, Sabtu.
Dwi mengatakan, Rangkong merupakan hidupan liar yang sangat berjasa pada regenerasi hutan. Tanpa Rangkong, diperkirakan hutan akan segera hancur dan potensi yang terkandung didalamnya ikut tergusur.
Banyak jenis pohon yang kelanjutan hidupnya bergantung pada hewan pemakan buah dalam penyebaran bijinya. "Menurut para peneliti Rangkong dijuluki sebagai petani hutan karena kehebatannya menebar biji," kata Dwi.
Lebih lanjut, Dwi menjelaskan seekor Rangkong dapat terbang dalam radius 100 km persegi. Artinya, burung yang termasuk dalam keluarga Bucerotidae ini dapat menebar biji hingga 100 km jauhnya.
Penelitian yang dilakukan di kawasan hutan produksi menunjukkan, sumber pakan Rangkong menyusut hingga 56 persen karena berkuranganya pohon pakan sebanyak 76 persen.
Berdasarkan data International Union for Conservation of Nature (IUCN), dari 13 jenis Rangkong yang ada di Indonesia, Julang Sumba (Aceros everetti) merupakan jenis terancam punah yang masuk pada kategori rentan (Vulnerable/VU).
Di Indonesia, Rangkong disebut juga dengan Julang, Enggang, atau Kangkareng "Jenis yang hanya dijumpa di Pulau Sumba ini diperkirakan hanya tersisa kurang dari 4.000 ekor dengan kepadatan rata-rata enam ekor per km persegi," ujar Dwi.
Dwi menambahkan, Rangkong merupakan jenis burung yang melakukan kegiatan tersebutt. Tanpa peran Rangkong, bisa dipastikan jenis pohon tertentu akan lenyap karena induk pohon yang menua akan mati tanpa pengganti.
Buah Ara merupakan salah satu pakan favorit Rangkong yang tersedia hampir sepanjang tahun.
Diperkirakan, ada 200 jenis pohon Ara yang menjadi pakan utama Rangkong. Dan bila dibanding burung lainnya, Rangkong dianggap paling mampu dalam menebarkan biji ara, karena daya jelajahnya yang tinggi.
"Menurut Margaret F. Kinnaird dan Timothy G. O`Brien, peneliti Rangkong dan hutan tropis, terdapat korelasi erat antara Rangkong dengan hutan yang sehat," kata Dwi.
Burung Rangkong termasuk dalam Famili Bucerotidae, kelompok burung berukuran besar yang mudah dikenali, terutama dari cula (casque) pada pangkal paruhnya. Di seluruh dunia terdapat 55 jenis yang tersebar di kawasan tropis Asia dan Afrika.
Tercatat ada 13 jenis Rangkong yang ada di Indonesia. Sembilan jenis di Sumatera: Enggang Llihingan, Enggang Jambul, Julang Jambul-Hitam, Julang Emas, Kangkareng hitam, Kangkareng Perut-Putih, Rangkong Badak, Rangkong Gading, dan Rangkong Papan. Empat jenis lagi berada di Sumba (Julang Sumba), Sulawesi (Julang dan Kangkareng Sulawesi), serta Papua (Julang Papua). Kalimantan memiliki jenis Rangkong yang sama seperti Sumatera, kecuali Rangkong Papan.
Burung Indonesia adalah organisasi nirlaba dengan nama lengkap Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Birdlife Indonesia Association) yang menjalin kemitraan dengan BirdLife International, yang berkedudukan di Inggris.
-

20 Maret 2011

EARTH HOUR 2011


Trees For Earth Bersama STIKOM LSPR 13 Maret 2011

Minggu, 13 Maret 2011 lalu kami mengikuti program Tress For Earth & Kampanye Earth Hour 2011 yang diselenggarakan oleh STIKOM LSPR (LSPR Climate Change). Acara ini dimulai dari pukul 08.00 wib sampai dengan selesai.
 
Tujuan acara ini adalah membagikan 1000 pohon Lidah Mertua gratis ke masyarakat yang pada saat itu juga sedang berlangsungnya Car Free Day di Bunderan HI.